Morfin adalah obat bius prototipe dan standar. Selain itu morfin juga digunakan sebagai analgesik kuat secara langsung berefek pada sistem saraf pusat. Hal ini umumnya digunakan untuk mengatasi rasa sakit setelah operasi.
Morfin pertama kali di isolasi oleh ahli farmasi jerman Friedrich Wihelm Adam Serturner pada tahun 1804. Tetapi belum digunakan hingga dikembangkan hypodermic needle. Dalam perkembangannya morfin juga dapat digunakan untuk penyembuhan dari ketagihan alkohol dan opium.
Meskipun morfin dapat dibuat secara sintetik, tetapi secara komersial lebih mudah dan menguntungkan, yang dibuat dari getah papaver somniferum. Efek morfin relatif selektif, yakni tidak begitu mempengaruhi unsur sensoris lain yaitu rasa raba, getar, pengelihatan dan pendengaran.
Morfin merupakan agonis reseptor opioid dengan efek utama mengikat dan mengaktivasi reseptor ยต-opioid pada sistem saraf pusat. Aktivasi ini akan menyebabkan efek analgesik, sedasi, euforia, physical dependence dan respiratory depression. Morfin juga bertindak sebagai reseptor k-opioid yang terkait analgesik spinal dan miosis
Metabolisme morfin terjadi terutama didalam hati. Ekskresi melalui urin sebagai metabolit tidak aktif dan obat utuh 2-12%. Pada kerusakan ginjal terjadi akumulasi morfin-6-glukoronid yang dapat memperpanjang aktivitas opioid. Kurang lebih 7-10% melalui feses.
Efek morfin terjadi pada susunan saraf pusat dan organ yang mengandung otot polos. Efek morfin pada sistem syaraf pusat mempunyai 2 sifat yaitu depresi dan stimulasi. Digolongkan depresi yaitu analgesik, sedasi, perubahan emosi, hipoventilasi alveolar. Stimulasi termasuk stimulasi parasimpatis, miosis, mual muntah, hiperaktif reflek spinal, konvulasi dan sekresi hormon anti diuretika (ADH).
Morfin tidak dapat menembus kulit utuh, tetapi dapat menembus kulit yang luka. Morfin juga dapat menembus mukosa. Morfin dapat diabsorbsi usus, tetapi efek analgesik setelah pemberian oral jauh lebih rendah daripada efek analgesik yang timbul setelah pemberian parenteral dengan dosis yang sama. Morfin dapat melewati sawar uri dan mempengaruhi janin.
Morfin diindikasikan untuk nyeri akut yang berat, nyeri kronis sedang sampai berat, sebagai suplemen anestesi sebelum operasi, sebagai obat pilihan untuk nyeri pada infark miokard, untuk menghilangkan ansietas pada pasien dengan dispnea karena edema pulmonari akut dan acute left ventricula.
Ada banyak efek samping yang diakibatkan seperti depresi pernafasan, nausea, mual, muntah, mental berkabut, disforia, gatal, konstipasi hingga hipotensi dan kematian.
Pada kasus penyalahgunaan biasanya menyebabkan euforia berlebih. Efek samping serius lain pada penyalahgunaan antara lain:
Peradangan
Penyalahgunaan morfin dapat menyebabkan peradangan hati atau hepatitis C. Virus umumnya dapat ditemukan pada penyalahgunaan obat secara intravena. Morfin merumitkan hepatitis C dengan menekan kekebalan dan meningkatkan replikasi virus hepatitis C. Penyalahgunaan morfin akhirnya mengarah pada perkembangan penyakit.
Ketergantungan
Ketergantungan morfin sangat kuat. Hal ini dapat menyebabkan ketergantungan psikologis dan fisik. Akan ada toleransi cepat untuk penyalahgunaan morfin. Karena efek ketergantungan yang sangat tinggi akan menyebabkan pencandu meningkatkan dosis morfin untuk mempertahankan efek yang sama akibat adanya toleransi.
Penarikan mendadak mengarah ke sindrom penarikan prototipikal opioid, bunuh diri, serangan jantung, stroke, kejang, dehidrasi, otot berkedut, insomnia, peningkatan tekanan darah, otot dan tulang nyeri, kehilangan nafsu makan.
Afikasi atau kondisi sangat kekurangan pasokan oksigen dan kematian akibat depresi pernafasan jika orang tidak mendapatkan perhatian serius medis.
Metabolisme yang lambat, sedangkan kadar gula darah tinggi, tekanan darah rendah, efek akut dan kronis pada sistem endokrin, darah, jantung dan paru-paru.
Menurunnya sistem kekebalan tubuh dapat meningkatkan resiko infeksi pneumonia, TBC, dan HIV. Morfin mempengaruhi neutrofil dan sitokin yang merupakan bagian dari sistem kekebalan.
Penyalahgunaan morfin dapat diketahui dari hal-ha sebagai berikut:
1. Tanda-tanda pemakai obat
2. Keadaan lepas obat
3.Kelebihan dosis akut
4. Komplikasi medik
5. Komplikasi lainnya (sosial, legal)
Terima kasih
Wassalamu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh
sumur gali:
- dinkes.tasikmalayakota.go.id
- id.prmob.net
- Latief. S.A., Suryadi K.A., dan Dachlan M.R., 2001, Petunjuk Praktis Anestesiologi, Ed II, Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FK-UI, Jakarta
- Omorgui, S., Buku Saku Obat-obatan Anestesi, Ed II, Jakarta : EGC
- Sardjono, S., dan Hadi R.D., 1995, Farmakologi dan Terapi, Bagian Farmakologi FK-UI, Jakarta
- Wibowo, S., dan Abdul G., 2001, Farmakoterapi dalam Neurologi, Jakarta: Salemba Medika
0 komentar :
Posting Komentar